Selasa, 11 Mei 2010

TUGAS SASTRA BAHASA INDONESIA ANALISIS PUISI DOA PARA PELAUT YANG TABAH SAPARDI DJOKO DAMONO

SAPARDI DJOKO DAMONO







Disusun oleh:
Nama: Donata Bagus Prakoso
Kelas: XI Bahasa
No.abs: 7







MOTTO

Hendaklah kamu:
 selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.

{EFESUS 4:2}























   


















DAFTAR ISI

1.    Pengesahan
2.    Motto
3.    Persembahan
4.    Kata pengantar
5.    Daftar isi
6.    bab I
7.    mengenal sekilas sang tokoh
8.    bab II
9.    kesimpulan
10.    penutup











BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat sastra pada umumnya telah mengenal seorang Sapardi Djoko Damono, seorang penyair besar yang juga pelopor modern. Walaupun ia seorang penyair besar, namun itu tidak mencerminkan kehidupannya yang nyaman seperti seseorang yang agung dan mempunyai sebuah nama besar. Kehidupannya begitu sederhana dan dinamis, bahkan lebih banyak masa-masa sulit yang ia hadapi.
    Sapardi Djoko damono adalah seorang penyair yang menuliskan apa saja yang ditemukannya dan dihadapinya dalam pencarian jati dirinya.











MENGENAL SEKILAS SANG TOKOH:

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono
Prof Dr Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai salah seorang sastrawan yang memberi sumbangan besar kepada kebudayaan masyarakat modern di Indonesia. Salah satu sumbangan terbesar Guru Besar Fakultas Sastra UI ini adalah melanjutkan tradisi puisi lirik dan berupaya menghidupkan kembali sajak empat seuntai atau kwatrin yang sudah muncul di jaman para pujangga baru seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar.
Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah pada 20 Maret 1940 ini, mengaku tak pernah berencana menjadi penyair, karena dia berkenalan dengan puisi secara tidak disengaja. Sejak masih belia putra Sadyoko dan Sapariyah itu, sering membenamkan diri dalam tulisan-tulisannya. Bahkan, ia pernah menulis sebanyak delapan belas sajak hanya dalam satu malam. Kegemarannya pada sastra, sudah mulai tampak sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kemudian, ketika duduk di SMA, ia memilih jurusan sastra dan kemudian melanjutkan pendidikan di UGM, fakultas sastra.
Anak sulung dari dua bersaudara abdi dalem Keraton Surakarta itu mungkin mewarisi kesenimanan dari kakek dan neneknya. Kakeknya dari pihak ayah pintar membuat wayang—hanya sebagai kegemaran—dan pernah memberikan sekotak wayang kepada sang cucu. Nenek dari pihak ibunya gemar menembang (menyanyikan puisi Jawa) dari syair yang dibuat sendiri. “Tapi saya tidak bisa menyanyi, suara saya jelek,” ujar bekas pemegang gitar melodi band FS UGM Yogyakarta itu. Sadar akan kelemahannya, Sapardi kemudian mengembangkan diri sebagai penyair.
Selain menjadi penyair, ia juga melaksanakan cita-cita lamanya: menjadi dosen. “Jadi dosen ‘kan enak. Kalau pegawai kantor, harus duduk dari pagi sampai petang,” ujar lulusan Jurusan Sastra Barat FS&K UGM ini. Dan begitu meraih gelar sarjana sastra, 1964, ia mengajar di IKIP Malang cabang Madiun, selama empat tahun, dilanjutkan di Universitas Diponegoro, Semarang, juga selama empat tahun. Sejak 1974, Sapardi mengajar di FS UI.
Sapardi menulis puisi sejak di kelas II SMA. Karyanya dimuat pertama kali oleh sebuah surat kabar di Semarang. Tidak lama kemudian, karya sastranya berupa puisi-puisi banyak diterbitkan di berbagai majalah sastra, majalah budaya dan diterbitkan dalam buku-buku sastra. Beberapa karyanya yang sudah berada di tengah masyarakat, antara lain Duka Mu Abadi (1969), Mata Pisau dan Aquarium (1974).
Sebuah karya besar yang pernah ia buat adalah kumpulan sajak yang berjudul Perahu Kertas dan memperoleh penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta dan kumpulan sajak Sihir Hujan – yang ditulisnya ketika ia sedang sakit - memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia. Kabarnya, hadiah sastra berupa uang sejumlah Rp 6,3 juta saat memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia langsung dibelanjakannya memborong buku. Selain itu ia pernah memperoleh penghargaan SEA Write pada 1986 di Bangkok, Thailand.
Para pengamat menilai sajak-sajak Sapardi dekat dengan Tuhan dan kematian. “Pada Sapardi, maut atau kematian dipandang sebagai bagian dari kehidupan; bersama kehidupan itu pulalah maut tumbuh,” tulis Jakob Sumardjo dalam harian Pikiran Rakyat, 19 Juli 1984.
Bekas anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini juga menulis esei dan kritik. Sapardi, yang pernah menjadi redaktur Basis dan kini bekerja di redaksi Horison, berpendapat, di dalam karya sastra ada dua segi: tematik dan stilistik (gaya penulisan). Secara gaya, katanya, sudah ada pembaruan di Indonesia. Tetapi di dalam tema, belum banyak.
Penyair yang pernah kuliah di Universitas Hawaii, Honolulu, AS, ini juga menulis buku ilmiah, satu di antaranya Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas. (1978).
Selain melahirkan puisi-puisi, Sapardi juga aktif menulis esai, kritik sastra, artikel serta menerjemahkan berbagai karya sastra asing. Dengan terjemahannya itu, Sapardi mempunyai kontribusi penting terhadap pengembangan sastra di Tanah Air. Selain dia menjembatani karya asing kepada pembaca sastra, ia patut dihargai sebagai orang yang melahirkan bentuk sastra baru.
Dengan kepekaan dan wawasan seorang sastrawan, Sapardi ikut mewarnai karya-karya terjemahannya seperti Puisi Brasilia Modern, Puisi Cina Klasik dan Puisi Parsi Klasik yang ditulis dalam bahasa Inggris. Selain itu dia juga menerjemahkan karya asing seperti karya Hemmingway The Old Man and the Sea, Daisy Manis (Henry James), semuanya pada 1970-an. Juga, sekitar 20 naskah drama seperti Syakuntala karya Kalidasa, Murder in Cathedral karya TS Elliot, dan Morning Become Electra trilogi karya Eugene O’neil.
Sumbangsih Sapardi juga cukup besar kepada budaya dan sastra, dengan melakukan penelitian, menjadi narasumber dalam berbagai seminar dan aktif sebagai administrator dan pengajar, serta menjadi dekan Fakultas Sastra UI periode 1995-1999. Dia menjadi penggagas pengajaran mata kuliah Ilmu Budaya Dasar di fakultas sastra.
Dia menyadari bahwa menjadi seorang sastrawan tidak akan memperoleh kepuasan finansial. Kegiatan menulis adalah sebagai waktu istirahat, saat dia ingin melepaskan diri dari rutinitas pekerjaannya sehari-hari. Menikah dengan Wardiningsih, ia dikaruniai dua anak, Rasti Suryandani dan Rizki Henriko.

BAB II
PEMBAHASAN

A. puisi Doa Para Pelaut Yang Tabah


DOA PARA PELAUT YANG TABAH
Sapardi djoko damono
Kami berjanji kepada sejarah
Untuk pantang menyerah
Bukankah telah kami lalui pulau demi pulau, selaksa pulau,
Dengan perahu yang semakin mengeras
oleh air laut.
Selalu bajakan otot-otot lengan kami, ya Tuhan,
Yang tetap mengayuh entah sejak kapan;
Barangkali akan segera memutih rambut kami ini,
Satu demi satu merasa letih, dan tersungkur mati,
Tapi berlaksa anak-anak kami akan memegang dayung
serta kemudi
menggantikan kami
kamillah yang telah mengayuh perahu-perahu sriwijaya serta majapahit

mengayuh perahu-perahu makassar dan bugis,
sebab kami telah bersekutu dengan sejarah
untuk menundukkan lautan.
Dan laut yang memberontak dalam prahara dan topan
Adalah alas an yang paling baik
Untuk menguji kesetiaan dan bakti kami
padaMu
barangkali beberapa orang putus otot-otot lengannya,
yang lain pecah tulang-tulangnya,tapi anak-anak kami yang setia
segera mengubur mereka di laut, dan melanjutkan
perjalanan yang belum selesai ini.
Biarlah kami bersumpah kepada sejarah, ya Tuhan,
Untuk membuat bekas-bekas yang tak terbatas
di lautan


B. Hasil analisis Puisi Doa Para Pelaut Yang Tabah buah karya Sapardi Djoko Damono


1. Tema menurut Kamus Bahasa Indonesia Millenium adalah pokok pikiran, dasar cerita  yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang dan sebagainya, latihan menterjemahkan dari bahasa sendiri ke bahasa asing. Sedangkan menurut Buku    Widya Utama, tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra.

Tema yang digunakan dalam puisi Doa para pelaut yang tabah ini adalah tema perjuangan


2. Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga   memperoleh efek tertentu.
Diksi pada puisi doa para pelaut yang tabah karya Sapardi djoko damono sudah cukup baik. Hal ini   terbukti, tidak ada  kata-kata yang sulit untuk dipahami oleh seorang siswa.


3. Rima / sajak adalah pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik sajak maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan. Rima akhir berfungsi sebagai unsur pembangun keindahan puisi.
Rima atau sajak pada puisi “doa para pelaut yang tabah buah karya sapardi djoko damono punya  kesenimbungan atau irama atau mempunyai rima yang beraturan sehingga menimbulkanrasa estetis pada puisi ini. Dalam puisi ini pada bait pertama yang terdiri dari 2 bait memiliki sajak yang beraturan yaitu diakhiri dengan bunyi “(ab ab)”. Lalu pada bait kedua yang juga terdiri dari 2 bait memiliki sajak yang beraturan juga yaitu diakhiri dengan bunyi “ai ai(ab ab)”. Ini membuktikan bahwa dalam pembuatan puisi ini, Sapardi Djoko Damono juga memikirkan rasa ke-estetisan dalam puisi tersebut dan tidak hanya makna yang dalam yang ditekankan penyair dalam puisi ini.




4. Tipografi adalah menurut kamus besar indonesia  tipografi puisi adalah  ilmucetak, seni percetakan. Dalam Doa Para Pelaut Yang Tabah tipologinya berbentuk 2 bait, yang terbentuk secara utuh, ini mengandung arti bahwa dalam pelafalan masing-masing bait memiliki kesamaan intonasi.

5.Gaya bahasa / majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakan dengan sesuatu yang lain atau mengungkapkan sesuatu secara tersirat tetapi memberikan kesan yang mendalam.
Gaya bahasa yang dominan digunakan dalam puisi Doa Para Pelaut Yang Tabah karya Sapardi Djoko Damono ini menggunakan majas
Bukti pada puisi :
sebab kami telah bersekutu dengan sejarah
untuk menundukkan lautan.

6. Makna
Dalam puisi  Doa Para Pelaut Yang Tabah karya Sapardi Djoko Damono ini sajaknya menggambarkan tentang makna  kehidupan, bahwa hidup tidak boleh menyerah. Dan kita selalu bernaung dalam Tuhan.




7. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penulis kepada para pembaca. Amanat dibagi menjadi dua, yaitu tersirat dan tersurat. Amanat kaya akan pesan moral berupa kebaikan.

Amanat dari puisi ini adalah agar kita yakin dan kita pantang menyerah dalam menghadapi masa depan dan kenyataan yang terjadi.





















KESIMPULAN

Doa para pelaut yang tabah menggambarkan tenteng semangat yang berkobar-kobar.
Pada baris pertama sampai baris ke lima menggambarkan tentang perjuangan para pelaut yang tak pantang menyerah terhadap halangan apapun. Meski dengan segala kekurangannya mereka telah berani mengrikarkan janji kepada sejarah.

Pada baris ke enam sampai kesembilan menggambarkan bahwa sekuat apapun manusia mereka juga harus ingat akan Tuhan. Di sini menggambarkan bahwa para pelut memohon kepada Tuhan agar selalu diberi kekuatan untuk dapat mengarungi lautan.

Pada baris kesepuluh sampai keenambelas menggambarkan akan kepercayaan diri yang tinggi dan membakar semangat. Disini juga menggambarkan betapa agung kekuasaan yang mereka raih
”kamillah yang telah mengayuh perahu-perahu sriwijaya serta majapahit
Mengayuh perahu-perahu makassar dan bugis….”

Pada baris ketujuhbelas sampai keduapuluhtujuh menggambarkan sebuah pengorbanan-pengorbanan yang harus mereka tempuh untuk menundukkan lautan.disini juga berisi tentang sumpah mereke kepada Tuhan.









PENUTUP

Demikian tugas analisis puisi ini saya selesaikan guna melengkapi sebagian tugas sastra bahasa Indonesia semester genap Tahun Ajaran 2208/2009. semoga dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Terima kasih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar